Senin, 18 April 2011

Stigma Islam Teroris Dalam Kasus Bom Cirebon

Pernyataan sikap Pelajar Islam Indonesia terkait bom cirebon: semua pihak yang telah terlanjur berasumsi dan menyampaikan ke publik secara lansung atau tidak lansung bahwa pelaku bom di cirebon adalah tindakan teroris bermotifkan ideologi atau agama Islam, harus mencabut kembali pernyataannya. pernyataan menko polhukam,Djoko Suyanto, GP Ansor,BIN, dan lainnya menunjukkan bahwa stigma terorisme di Indonesia memang selalu dilatari gerakan Islam. statemen itu dimuat di detik.com (Djoko suyanto dan GP Ansor), pada hari jumat 15-4-2001,dan republika 16-4-2011 (BIN) tetapi faktanya,dari penelusuran polisi,motif pelaku adalah dendam pribadi! pernyataan yang tidak berdasar dan sangat kental akan stigmatisasi terhadap gerakan Islam yang demikian, telah menyinggung perasaan umat Islam indonesia. kami,pengurus besar pelajar islam indonesia menyayangkan ketergesa-gesaan statemen dari berbagai pihak tersebut. dan meminta pihak-pihak tersebut mencabut pernyataannya dan kedepan tidak lagi asal-asalan mengeluarkan pernyataan yang bersifat menuduh tanpa bukti.


Ttd


Muhammad Ridha
Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia

PII Mengucapkan Selamat Menempuh UN

Pada dasarnya PII tidak menolak UN secara menyeluruh. Tinjauan saya adalah Ketika Marjoni, Ketum PII Aceh 2006-2008 mengadakan Kongres Pelajar se- Aceh, dia hanya menekankan UN untuk tidak dijadikan standar mutlak kelulusan siswa. UN seharusnya hanyalah salahsatu dari beberapa indikator lain dalam menentukan kelulusan siswa. Merujuk tujuan pendidikan nasional, pembentukan karakter yang mulia serta memiliki budi pekerti yang luhur lebih tinggi pengaruhnya dalam menentukan kelulusan siswa. Karena itu, sekolah dan guru adalah pihak yang paling berpengaruh untuk menjadi penentu kelulusan siswa sebab merekalah yang paling mengerti dan memahami karakter dan budi pekerti siswa. Menjadikan guru dan sekolah sebagai penentu utama kelulusan siswa memiliki banyak pengaruh positif. Antara lain: Pertama, menghapus kecurangan pelaksanaan ujian. Biasanya guru dan kepala sekolah malu bila dicap sebagai pendidik yang gagal sebab siswanya banyak tidak lulus UN. Mereka juga takut kehilangan jabatan karena hal ini. Sebab itu guru dan kepala sekolah menjadi aktor utama tindak kecurangan ujian demi menghindari cibiran dan kehilangan jabatan. Menjadikan pendidik sebagai penentu utama kelulusan akan membuat tenaga pengajar menghindari kecurangan karena kalaupun peserta didiknya tidak lulus, orang akan mengetahui itu adalah keputusan mereka sendiri, bukan kegagalan mereka. Kedua, memang tidak ada cara lain untuk menggenjot nilai pendidikan siswa tanpa menerapkan UN. Sudah saatnya kita membuka pikiran terhadap realitas ini. Ternyata UN yang kita tentang belakangan ini hanya akan merugikan generasi muslim di masa depan. Satu hal lagi yang harus kita tentang yaitu wacana mengkadaluarsa ijazah usia dua tahun. Artinya, ijizah SMA hanya bisa dipakai untuk melamar PT bila belum berusia dua tahun. Ide ini, sama seperti menentang UN, akan merugikan rakyat karena mayoritas anak negeri hudup di bawah garis kemiskinan. Sering diantara mereka harus bekerja dahulu beberapa tahun untuk mengumpulkan biaya kuliah. Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung UN dan kepada siswa yang sudah memasuki waktu mengikuti UN kami mengucapkan selamat menempuh UN dan kami pesankan jangan lupa berdoa.

Ttd,

Miswari
Ketua Bidang Eksternal PB PII

Suasana di kota santri

Suasana di kota santri